Arti Syirik dan Sarana-Sarana Yang Menghantarkan Kepada Kesyirikan
Bersama Pemateri :
Ustadz Ahmad Zainuddin
Arti Syirik dan Sarana-Sarana Yang Menghantarkan Kepada Kesyirikan adalah ceramah agama dan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc. langsung dari Masjid Al-Barkah, Kompleks Rodja, Jl. Pahlawan, belakang Polsek Cileungsi, Kampung Tengah RT 03 / RW 03, Cileungsi, Bogor. Pada sabtu, 5 Jumadal Awwal 1440 H / 12 Januari 2019 M.
Download kajian sebelumnya: Menguak Misteri Kesyirikan
Kajian Tentang Arti Syirik dan Sarana-Sarana Yang Menghantarkan Kepada Kesyirikan
Pada kajian yang sebelumnya, kita telah mempelajari tiga pengertian syirik dan kita sudah sebutkan juga pengertian menyimpang yang dimiliki oleh ahlul kalam, ahlu tasawuf, ahlu filsafat, tentang pengertian kesyirikan. Mereka mengatakan bahwa kesyirikan hanya terbatas pada menyembah berhala. Apabila menyembah kepada orang-orang shalih, para Nabi, maka ini bukan disebut kesyirikan. Ini adalah penyimpangan ataupun kekurangsempurnaan dari pengertian kesyirikan.
Kita katakan bahwa menyembah berhala adalah salah satu dari jenis kesyirikan. Tetapi menyembah manusia, mengagungkan manusia, meminta, berdo’a kepada manusia, menjadikan manusia sekutu bagi Allah juga termasuk kesyirikan. Seperti kaum Nasrani yang menjadikan Nabi Isa putra Maryam sebagai sekutu bagi Allah. Ini adalah kesyirikan. Seperti Uzair yang menjadikan sebagai anak Allah, ini juga kesyirikan. Seperti orang-orang kafir Quraisy di Mekah yang menjadikan Latta, Uzza Manat, yang mereka katakan itu adalah nama-nama dari anak-anak perempuan Allah Subhanahu wa Ta’ala, ini juga kesyirikan.
Jadi pembatasan kesyirikan hanya pada menyembah berhala, maka ini kekurangan. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di dalam hadits-haditsnya menyatakan bahwasanya siapa yang berdo’a, beristi’anah, isti’adzah, istighatsah kepada makhluk, maka ini juga disebut kesyirikan. Kesyirikan bukan hanya terbatas pada penyembahan terhadap berhala.
Diantara definisi kesedihan yang menyimpang yang sudah kita pelajari juga adalah bahwa kesyirikan hanya terbatas pada keyakinan, ada yang mengatur, mencipta, berkuasa, selain Allah. Kesyirikan hanya terbatas pada tauhid rububiyah. Apabila ada orang yang meyakini bahwa ada yang mengatur, mencipta, berkuasa, mengobati, menyembuhkan penyakit selain Allah, maka itu baru kesyirikan. Adapun bertabarruk dengan orang yang sudah mati, meminta dadad-madad kepada Husein, kepada Fatimah, kepada Syaikh Abdul Qodir al-Jaelani, maka mereka menyatakan ini bukan kesyirikan. Mereka mengatakan bahwa ini adalah tawassul. Maka ini adalah bentuk penyimpangan terhadap pengertian kesyirikan. Kenapa? Karena kita katakan bahwa orang-orang Musyrik kafir Quraisy, mereka dinyatakan oleh Allah sebagai orang Musyrik dan tetap diperangi oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai orang Musyrik, darah dan harta mereka halal dihadapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam karena mereka sebagai orang Musyrik, padahal mereka meyakini Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Pencipta, Maha Pengatur, Maha Berkuasa. Allah berfirman diantaranya dalam surat Al-Luqman ayat 25:
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّـهُ
“Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab, ‘Allah’” (QS. Luqman[31]: 25)
Didalam ayat yang lain:
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّـهُ
“Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” Tentu mereka akan menjawab: ‘Allah’” (QS. Al-Ankabut[29]: 61)
Jadi orang kafir Quraisy seperti Abu Jahl, Abu Lahab, Umayyah bin Khalaf, Uqbah bin Abi Mu’ayth, mereka meyakini bahwasannya Allah Maha Pencipta, Maha Pengatur, Maha Penguasa. Tetapi tetap diperangi oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tetap dinyatakan menyatakan Musyrik oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena mereka menyimpangkan ibadah, memalingkan ibadah kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka ketika pengertian kesyirikan hanya terbatas pada menyakini bahwa ada yang mengatur, mencipta, berkuasa selain Allah adalah kesyirikan dan selain itu bukan kesyirikan, maka ini adalah pengertian yang kurang dan bahkan bisa dikatakan pengertian yang menyimpang.
Memang salah satu kesyirikan adalah meyakini ada tukang ramal yang mengetahui akan hal ghaib, menyakini ada yang mengatur, mencipta, berkuasa selain Allah, meyakini ada yang menurunkan hujan selain Allah, ada yang menahan hujan selain Allah, itu salah satu bentuk kesyirikan. Akan tetapi kesyirikan yang paling utama bukan hanya itu. Tetapi memalingkan ibadah kepada selain Allah.
Ketika seseorang minta perlindungan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam disaat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sudah meninggal, maka ini termasuk kesyirikan. Karena tidak pantas meminta perlindungan kecuali hanya kepada Allah.
Kemudian pengertian kesyirikan menyimpang yang ketiga yaitu mereka mengatakan bahwa kesyirikan adalah ketika yang disebut dengan sirkul hakimiyyah (syirik orang yang berhukum kepada selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala). Maka mereka mengatakan bahwa ini adalah kesyirikan. Maka kita katakan bahwa itu adalah salah satu jenis kesyirikan. Karena semua hukum syariat Allah yang memilikinya. Apabila ada yang membuat syariat, membuat hukum selain Allah, maka itu berarti telah menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَن بِهِ اللَّـهُ
“Apakah mereka mempunyai sekutu-sekut selain Allah yang membuat syariat yang tidak diizinkan Allah?” (QS. Asy-Syura[42]: 21)
Tetapi kesyirikan bukan hanya pada itu. Inti kesyirikan adalah ketika memalingkan ibadah kepada selain Allah. Jika ada sebuah negara yang menjalankan hukum-hukum Islam seperti potong tangan, pezina yang sudah menikah dirajam, yang belum menikah dicambuk, diasingkan, hukum jinayat, hukum had, hukum munakahat (pernikahan), hukum jual beli, tetapi ketika hukum-hukum ini semua berlaku, tapi masyarakatnya masih melakukan kesyirikan, maka masyarakat yang melakukan itu tetap disebut sebagai seorang Musyrik.
Intinya adalah sebuah kekeliruan ketika membatasi kesyirikan hanya pada berhukum kepada selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala. Itu yang sudah kita pelajari pada pertemuan sebelumnya.
Sarana-Sarana yang Menghantarkan Kepada Kesyirikan
Apa saja sarana-sarana yang bisa menghantarkan kepada kesyirikan?
Ketika kita mengetahui sarana ini, bukan berarti kita ingin mengamalkannya. Akan tetapi agar kita terlepas darinya. Sehingga kita tidak terperosok ke dalam dosa yang paling terbesar. Seperti perkataan Hudzaifah ibnul Yaman Radhiyallahu ‘Anhu, beliau mengatakan, “Manusia dahulu biasa bertanya pada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengenai kebaikan. Aku sendiri sering bertanya mengenai kejelekan supaya aku tidak terjerumus di dalamnya.” ( HR. Bukhari dan Muslim)
Ketika kita mengetahui sarana-sarana yang menghantarkan kepada kesyirikan, maka tujuannya adalah untuk menjauhinya. “Aku mengetahui keburukan bukan untuk mengerjakan keburukan tersebut, tetapi untuk mencegah diriku dari mengerjakan keburukan tersebut.”
Barangsiapa yang tidak mengenal keburukan dari kebaikan, maka dikhawatirkan dia masuk ke dalam keburukan tersebut.
1. Berlebih-lebihan, mengkultuskan, mensucikan, memuji-muji orang-orang shalih
Terlalu berlebih-lebihan menghormati orang-orang shalih. Ini adalah penyebab kesyirikan pertama dan paling utama yang pernah terjadi di atas muka bumi sepanjang sejarah hidup manusia sampai akhir zaman. Terlalu berlebih-lebihan menghormati dan memuliakan orang-orang shalih. Sehingga orang shalih tersebut dianggap sejajar dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga orang shalih tersebut dianggap mempunyai rububiyah seperti Allah mempunyai rububiyah. Sehingga orang tersebut dianggap bisa menjaga alam semesta sebagaimana Allah bisa menjaga alam semesta. Sehingga orang shalih tersebut dikatakan bisa mengetahui apa yang ada didalam Kitab Lauhul Mahfudz, sedangkan Malaikat yang dekat dan suci dengan Allah tidak mengetahuinya.
Ini gara-gara ghuluw (terlalu berlebih-lebihan) menghormati, memuliakan orang-orang shalih. Termasuk orang-orang shalih yang terlalu berlebih-lebihan adalah para Nabi atau Rasul. Makanya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Bukhari:
لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ
“Janganlah kalian melampaui batas dalam memujiku (mengkultuskan) sebagaimana orang Nashrani mengkultuskan ‘Isa bin Maryam” (HR. Bukhari dan Muslim)
Bagaimana kaum Nasrani memuji Nabi ‘Isa putra Maryam? Yaitu dengan menjadikannya sebagai anak Allah Subhanahu wa Ta’ala, bisa menitis pada Allah atau bercampur dengan Allah.
Makanya kemudian Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ
“Sesungguhnya aku hanyalah hambaNya, maka itu katakanlah hamba Allah dan utusan-Nya” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kita katakan tadi, sebab paling pertama dan utama terjadinya kesyirikan di atas muka bumi yang pernah ada selama hidupnya manusia dari mulai awal sampai terakhir adalah terlalu berlebih-lebihan mengagungkan orang-orang shalih. Menganggap orang shalih ini mengetahui akan hal ghaib, menganggap orang shalih ini bisa shalat Jum’at di Mekah, menganggap orang shalih ini bisa terbang di udara, berjalan di atas air, mengetahui apa yang ada di dalam hati kita padahal belum pernah bertemu.
Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘Anhu bercerita sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Imam Hakim:
كَانَ بَيْنَ آدَمَ وَنُوحٍ عَشَرَةُ قُرُونٍ كُلُّهُمْ عَلَى الْإِسْلَامِ
“Diantara Nabi Adam dengan Nabi Nuh itu 10 abad, seluruhnya diatas Islam (Tauhid).” (HR. Hakim)
Tauhid, ikhlas, Islam, iman, itu semua merupakan sinonim (satu makna). Setelah itu ketika zaman Nabi Nuh ‘Alaihissalam, sebagian orang-orang terlalu berlebih-lebihan terhadap orang-orang Shalih. Nabi Nuh ‘Alaihissalam mengajak kepada tauhid, mengajari manusia untuk bertauhid, beribadah hanya kepada Allah, meninggalkan sesembahan selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kaum Nabi Nuh terlalu berlebihan menghormati 5 orang yang dianggap Shalih. Disebut oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surah Nuh ayat 23:
وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا ﴿٢٣﴾
“Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) sembahan-sembahan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr”.” (QS. Nuh[71]: 23)
Simak penjelasannya pada menit ke-24:59
Simak dan Download mp3 Kajian Tentang Arti Syirik dan Sarana-Sarana Yang Menghantarkan Kepada Kesyirikan
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/46762-arti-syirik-dan-sarana-sarana-yang-menghantarkan-kepada-kesyirikan/